Tuhan menciptakan berbagai tanaman untuk tumbuh dengan
keunikannya masing-masing. Sebagai contoh diantaranya ialah tanaman Kaktus dan Teratai. Kedua tanaman ini merupakan tumbuhan yang memiliki
karakteristik yang berbeda dan memerlukan perlakuan yang berbeda pula sesuai
dengan karakteristik masing-masing. Kita
dapat menyentuh tanaman teratai tanpa harus takut terluka namun tidak demikian
dengan kaktus, karena kaktus memiliki daun yang berubah bentuk menjadi duri
sehingga kita tidak dapat dengan bebas menyentuh tanaman ini. Sesuai habitatnya, teratai dapat hidup di kolam
atau di rawa yang berair banyak namun kaktus justru akan membusuk dan mati jika
diberi air yang banyak.
Tentu saja dalam hal ini kita perlu mengerti habitat tanaman
ini masing-masing. Kita tidak boleh
membandingkan dan memaksakan agar kaktus dapat hidup di kolam atau rawa yang
berair banyak dan sebaliknya menempatkan teratai di tanah yang kurang berair. Tindakan seperti ini justru akan
mengakibatkan hal buruk yakni matinya tanaman ini karena tidak ditempatkan pada
habitatnya masing-masing.
Kedua tanaman yang berbeda ini dapat dijadikan sebagai
gambaran mengenai anak-anak kita. Entahkah
kita sebagai orang tua yang memiliki anak ataupun kita sebagai guru yang
mengajar anak-anak disekolah. Kita harus
menyadari bahwa setiap anak diciptakan oleh Tuhan masing-masing dengan keunikannya. Tidak ada seorang anakpun yang sama dengan
anak lainnya. Setiap anak perlu menerima
perlakuan yang berbeda karena mereka memiliki kebutuhan yang berbeda pula. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran
yang kita lakukan terhadap anak-anak kita, kita harus mengerti apa yang menjadi
kebutuhan, ketertarikan dan cara termudah bagi mereka untuk menyerap pelajaran.
Seorang ahli pendidikan dan psikologi yang bernama Howard Gardner di dalam bukunya yang berjudul “Multiple Intelligences for the 21 Century” menyatakan bahwa ada sembilan jenis kecerdasan yang disebut multiple intelligences (kecerdasan majemuk). Kesembilan kecerdasan tersebut adalah kecerdasan musikal, naturalis, linguistik, interpersonal, intrapersonal, visual dan spasial, logika matematika, kinestetik, dan kecerdasan moral. Berdasarkan teori kecerdasan ini, maka kita tidak dapat menilai bahwa seorang anak disebut pandai hanya dari kemampuannya dalam pelajaran berhitung atau kemampuannya dalam menguasai bahasa asing dan kemudian memasukkan anak-anak yang memiliki kecerdasan kinestetik-badani atau kecerdasan musik tinggi namun kecerdasan matematis-logisnya rendah kedalam kategori anak-anak bodoh. Ini adalah kekeliruan yang besar dan merupakan tindakan yang tidak adil bagi anak-anak kita.
Setiap anak itu unik dan memiliki kecerdasannya masing-masing. Tidak ada anak yang bodoh. Yang ada hanyalah anak-anak yang memiliki kecerdasan berbeda. Penulis mengingat apa yang dikatakan oleh Albert Einsten, ia mengatakan bahwa kita tidak boleh memaksa ikan untuk memanjat pohon hanya karena untuk membuktikan bahwa ikan tersebut pandai, berbakat dan memiliki kemampuan seperti burung. Ikan akan dapat menunjukkan kemampuannya dalam berenang didalam air, sedangkan burung menunjukkan kemampuannya ketika ia terbang.
Oleh karena itu, inilah yang menjadi tugas kita sebagai para
pendidik yang dipercaya oleh Tuhan. Baik
sebagai orang tua maupun sebagai seorang guru.
Tugas kita adalah menerima anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada kita
sesuai dengan kecerdasan dan keunikan mereka masing-masing, kita tidak boleh membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lain kemudian memaksakan
agar anak tersebut menjadi sama seperti anak lainnya. Kita harus menerima mereka. Selanjutnya kita harus mengerti apa yang
menjadi kebutuhan yang sesuai dengan kecerdasan mereka, kita berupaya menstimulasi
dan mengembangkan kecerdasan anak-anak tersebut dengan cara yang sesuai berdasarkan kemampuan anak-anak untuk menerima pembelajaran. Dalam hal ini yang kita perlu ingat ialah bahwa, ada anak-anak
yang dapat dengan mudah memahami pembelajaran hanya dengan cara mendengarkan
namun ada anak-anak yang lebih mudah memahami pembelajaran dengan bantuan
visualisasi. Oleh karena itu, sebagai
pendidik yang berintegritas, yang mendidik dengan hati dan penuh tanggung jawab,
kita perlu terus mengasah pengetahuan dan keterampilan kita untuk menyajikan
suatu pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan setiap anak-anak didik
kita. Kiranya Tuhan berbelas kasihan untuk
memberikan pertolongan dan kemudahan bagi kita semua. Amin. (JE).
2 Komentar
Mks ya Pak Jenri Ambarita... Setiap Tulisan bpk yang sangat mengispirasi untuk semakln menyadari...semua nya sangat penting kebih dipahami,dimaknai khusus nya dlm pengabdian mengajar PAK...semoga bisa diwujudkan segera dlm mendidik anak2 tentunya...tetap semangat ...Tuhan YESUS memberkati
BalasHapusMks ya Pak Jenri Ambarita... Setiap Tulisan bpk yang sangat mengispirasi untuk semakln menyadari...semua nya sangat penting kebih dipahami,dimaknai khusus nya dlm pengabdian mengajar PAK...semoga bisa diwujudkan segera dlm mendidik anak2 tentunya...tetap semangat ...Tuhan YESUS memberkati
BalasHapus